ABG Perek Binal Dientot Kasar Sampe Perih Oleh Kontol Kakek Yang Beruntung.“hhhooaahhmm,,”, aku menguap sehabis bangun tidur. Mataku masih kerenyep-kerenyep sehabis bangun tidur, lalu aku meraih jam dan melihat jam berapa sekarang.
“ya ampun, udah jam segini, mampus gue”, aku kaget setengah mati melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi, padahal waktu pengambilan rapor adikku jam 10.15, makanya aku langsung loncat dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi sambil membuka kaosku. Aku mandi cepat-cepat dan membersihkan tubuhku sintalku agar menjadi segar dan wangi. Aku keluar dari kamar mandi dan langsung mengeringkan badanku dengan handuk. Setelah kering, aku langsung memakai baju yang tersisa di lemariku yaitu kaos putih dan celana jeans. Saking terburu-buru, aku lupa memakai cd dan bh sehingga puting dan bentuk payudaraku yang bulat tercetak jelas di kaosku. Aku langsung mengunci pintu rumah, lalu menuju garasi untuk mengeluarkan mobil. Setelah mobilku keluar dari garasi dan sudah berada di depan gerbang rumah, aku keluar kembali untuk mengunci gerbang rumah, kemudian aku langsung masuk ke dalam mobil lagi dan menginjak pedal gas dalam-dalam alias ngebut.

Aku yakin bahkan Ananda Nicola pun kalah dengan caraku menyetir, belok sana belok sini untuk menghindari kendaraan lain. Aku memang gila kalau sedang menyetir dengan terburu-buru karena aku diajari oleh mantan pacarku yang kelima. Akhirnya, sampai juga di sekolah adikku yang juga dulu merupakan sekolahku. Aku langsung keluar dari mobil sambil membawa tas tanganku, lalu aku berlari kecil masuk ke dalam sekolah.
“fiuuhh,,”, aku lega karena sampai pada waktunya. Aku langsung menuju ke kelas adikku sambil bernostalgia ketika aku masih SMP dulu, dimana aku masih lugu, tomboy, dan badanku masih dalam tahap berkembang. Sambil mengenang masa lalu, tak terasa sudah berada di depan pintu kelas adikku.
“tok,,tok,,tok”, aku mengetuk pintu lalu membuka pintu dengan perlahan.
“yak, silakan masuk”, sapa bapak yang duduk di meja guru. Spontan, aku langsung jadi pusat perhatian karena ternyata orangtua murid lainnya sudah duduk di bangku yang ada label nama anak mereka masing-masing.

“maaf, saya telat”.
“oh, gak apa-apa, ini juga baru dimulai, mari, silakan duduk Bu”.
“terima kasih”.
“ah, enak aja, gue dipanggil ibu, emangnya gue kayak ibu-ibu apa”, gumamku dalam hati. Aku langsung ditunjukkan dimana Rini duduk oleh bapak itu. Ternyata, Rini duduk di barisan depan, tepat di dekat pintu masuk. Aku langsung menuju tempat duduk Rini, disana sudah ada seorang kakek-kakek, ya kira-kira berumur 53 tahunan.
“permisi, pak”.
“o, ya, silakan”. Kakek itu berdiri agar aku bisa masuk ke dalam, lalu aku duduk begitu juga kakek itu.
“ya, pembagian rapor akan dimulai, orangtua dari Adam Jaya”, lalu orangtua dari Adam Jaya maju ke meja guru, sementara orang tua yang lain bebas melakukan apa saja. Daripada bosan menunggu, aku mengajak ngobrol kakek yang ada disampingku.
“maaf pak,, nama anak bapak siapa ya?”.
“nama anak saya Dani, nama anak Anda siapa?”, tanyanya balik.
“Rini, tapi bukan anak saya”.
“jadi?”.

“Rini itu adik saya pak”.
“sudah saya duga”.
“emang kenapa pak?”.
“soalnya Anda masih muda jadi gak mungkin kalau Anda seorang ibu”.
“ah, bapak bisa aja”.
“Dani Adiswara”. Lalu kakek itu maju ke depan, sementara aku jadi sendirian lagi, aku memutuskan untuk mengutak-atik hpku, ternyata ada sms dari Rini, katanya dia sedang ada di depan sekolah bersama teman-temannya. Tak lama kemudian, kakek yang tadi duduk disebelahku selesai menerima rapor anaknya, dan dia pun keluar dari kelas sambil pamit padaku. Lama juga menunggu nama Rini karena Rini absen terakhir di kelasnya. Menit demi menit kulalui dengan kebosanan hingga akhirnya nama Rini dipanggil. Aku langsung berdiri sambil merapikan bajuku yang sangat ketat. Aku duduk di hadapan orang itu, setelah kuperhatikan dengan seksama ternyata wali kelas Rini adalah mantan wali kelasku ketika aku masih kelas 2 SMP dulu.
“pak Herman !”, kataku sambil terkejut.
“maaf, apa Anda mengenal saya?”, tanyanya heran.
“ya ampun, masa bapak lupa sih, ini Bunga, Pak”.

“Bunga? eemmm,,”.
“iya, Bunga yang dulu tomboi”.
“ooh,, Bunga si bintang basket”.
“iya pak, akhirnya bapak inget juga”.
“maaf loh,, Bapak sampai pangling,, abis kamu berubah banget sih”.
“iya dong pak,, masa Bunga jadi tomboy terus”.
“sekarang kamu jadi makin cantik”, komentarnya melihat aku dari ujung rambut hingga ujung kakiku terutama payudaraku. Ketika aku masih SMP dulu, aku menjadi ‘objek’ pak Herman, waktu itu dia suka mencubit pipiku, mengelus-elus rambutku dan kadang-kadang menepuk pantatku, tapi dia tidak melakukan pelecehan terhadapku di sekolah melainkan di rumahnya ketika waktu itu aku sering berkunjung ke rumahnya.
“oh jadi Rini itu adik kamu, pantas cantik”.
“ye si bapak bisa aja, mana rapor Rini, Pak”.
“oh ya, Bapak hampir lupa, ini”, kata pak Herman sambil menyerahkan rapor Rini. Aku langsung membuka rapor Rini karena penasaran, selama aku melihat rapor, aku sempat menangkap pak Herman sedang menatap payudaraku yang tercetak jelas di kaosku begitu juga putingku.
“buset, nih pak guru gak berubah, tetep aje mata keranjang”, komentarku dalam hati.

“nngg,, Bunga, bapak boleh tau nomer hp kamu?”.
“ya bolehlah, masa gak boleh”. Aku meminta hp pak Herman dan memasukkan nomerku.
“nih pak, yaudah kalo gitu, Bunga pulang dulu ya”.
“kapan-kapan bapak telpon kamu ya”.
“sip pak”. Aku meninggalkan pak Herman sambil memperlihatkan pantatku yang bergoyang ke kanan dan kiri kepada pak Herman. Aku keluar dari kelas dan menuju keluar sekolah. Di depan gerbang sekolah, Rini sudah menanti dengan teman-temannya ada yang cewek dan ada beberapa juga yang cowok.
“gimana kak, rapor Rini,,??”.
“kamu gak naik kelas,,”.
“apa kak?!”.
“hehe,,nggak cuma be’canda kok, rapor kamu bagus banget malah”, kataku sambil menyerahkan rapor ke Rini. Rini langsung membuka dan melihat rapornya, teman-teman Rini yang cewek memperhatikan rapor Rini yang dihiasi dengan nilai 8 ke atas. Sementara 3 temannya yang cowok hanya berpura-pura melihat rapor Rini karena sebetulnya mereka mencuri-curi pandang ke arahku, entah ke putingku yang tercetak di kaosku atau wajahku.

Dan untuk bagian bawah, aku memakai celana jeans panjang, lalu aku memakai parfum dan make-up. Hpku berbunyi lagi.
“halo Bunga”, aku melihat nomer yang menelponku nomer pak Herman lagi.
“ada apa lagi pak?”.
“anu, kayaknya bapak tidak jadi”.
“kenapa pak?”.
“tiba-tiba bapak ada rapat penting”.
“oohh begitu,,”.
“maaf ya Bunga”.
“akh, gak apa-apa pak”. Setelah aku menutup telpon, aku bingung mau kemana, kan sayang make-up yang sudah aku poles di wajahku kalau aku tidak kemana-mana.
“oh iya,, gue ke desa aja ah,,sekalian refreshing”, kataku. Aku menyiapkan koper dan mengisinya dengan pakaian-pakaianku. Lalu aku mengunci semua jendela dan pintu rumah, kemudian aku langsung menaruh koper di bagasi dan memacu mobilku setelah mengunci gerbang. Dalam waktu 2 jam, aku sampai ke desa tujuanku, untungnya jalanan yang menuju rumahku sudah bagus sehingga mobilku bisa melaju sampai ke rumahku.

Di depan rumahku, ada 1 orang kakek yang sedang membersihkan di sekitar rumahku. Kakek itu bernama Mang Karyo, umurnya 62 tahun, dia menjaga rumahku yang ada di desa, tentu sesuai umurnya yang sudah lanjut, wajahnya sudah terlihat tua, badannya kurus, dan kulitnya hitam karena sering terbakar matahari. Aku memberhentikan mobilku tepat di depannya yang sedang mencabuti rumput. Dia berdiri dan memberi salam.
“pagi nyonya..”, sapanya. Aku membuka kaca mobilku.
“enak aja,, nyonya,, Bunga kan belum nikah”.
“eh, non Bunga toh, Mang Karyo kirain nyonya”.
“Mang Karyo, Bunga masuk dulu ya”, aku memasukkan mobilku ke dalam garasi dengan sangat perlahan dan hati-hati. Lalu aku turun dari mobil dan menuju ke dalam, tiba-tiba sepasang tangan meremas-remas payudaraku, membuatku kaget.
“aduh,, Mang Karyo,,”, kataku manja karena aku tau orang yang ada hanya aku dan Mang Karyo.
“non Bunga makin montok aja”.
“montok sih montok tapi jangan diremes-remes gini dong,,emangnya dada Bunga mie remes apa”.
“yah si non Bunga kok jadi galak gini sih”, katanya protes sambil menjauhkan tangannya dari payudaraku.

“bukannya gitu Mang,, Bunga kan baru nyampe,, ntar aja kalau Bunga udah mandi ‘n istirahat”.
“oh ya,,maaf ya non,,abis Mang Karyo udah kangen sih ama non Bunga”.
“tenang aja Mang,, Bunga bakal nemenin Mang Karyo sampai minggu depan..”.
“asikk!!!”, teriaknya kegirangan.
“segitu girangnya..”.
“ya iyalah,, siapa yang gak girang kalau ditemenin cewek cantik kayak non Bunga”.
“aahh,, Mang Karyo bisa aja,, udah Mang, selagi Bunga istirahat, mendingan Mang Karyo terusin cabut rumputnya”.
“ok,, tapi abis cabutin rumput,, boleh kan?”.
“boleh,,boleh”, jawabku sambil tersenyum. Mang Karyo pun langsung keluar untuk meneruskan aktivitasnya, sementara aku mengambil koperku yang ada di bagasi mobil dan masuk ke dalam. Aku memang sudah hampir 6 bulan lebih tidak ke rumahku yang ini karena aku selalu malas tapi kali ini selagi 2 minggu ke depan kuliahku libur, dan di rumah yang di kota tidak ada siapa-siapa, jadi aku memutuskan untuk menghirup udara desa yang masih segar.

Sudah menjadi kebiasaan kalau aku kesini, aku selalu menyerahkan tubuhku untuk dinikmati Mang Karyo. Aku ingat dia adalah orang yang memerawaniku ketika aku masih kelas 2 SMA, memang pertama kali dia memperkosaku, tapi selanjutnya aku tidak menolak untuk menyerahkan tubuhku kepadanya. Mang Karyo lah yang mengajariku semuanya tentang seks, mulai dari posisi, foreplay, dan lainnya. Penis Mang Karyo adalah penis yang pertama kali memasuki semua lubang-lubangku mulai dari vagina, anus, dan juga mulutku. Sejak saat itu, aku jadi merasa kalau tubuhku memang diciptakan untuk Mang Karyo karena penis-penis lain yang pernah mengisi vaginaku tidak bisa dibandingkan kenikmatannya apabila dibandingkan dengan rasa nikmat ketika penis Mang Karyo mengisi vaginaku. Setelah beristirahat sejenak, aku mandi agar badanku benar-benar terasa segar. Karena aku pikir di rumah hanya ada aku dan Mang Karyo yang sudah sering melihat tubuhku, aku memutuskan untuk tidak memakai apa-apa setelah keluar dari kamar mandi.

Setelah aku mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku menuju ke ruang keluarga untuk menonton tv. Tak lama kemudian Mang Karyo masuk ke dalam, dan langsung menuju aku yang sedang menonton tv.
“waduh, non Bunga kok nonton tvnya gak pake baju”.
“enak Mang,,lebih adem”.
“alah, non Bunga ada-ada aja”.
“udah nyabutin rumputnya Mang? Kok cepet banget sih?”.
“iya, Mang cepet-cepet nyabutin rumputnya, abis udah gak sabar pengen ngerasain memek non Bunga”.
“udah Mang Karyo minum dulu sana, ntar baru deh,,”.
“ok non”. Lalu dia pergi ke belakang untuk membuat minuman, tak lama kemudian Mang Karyo kembali lagi sambil memegang minuman. Dia berdiri di depan televisi.
“non Bunga,, kayaknya kalau diliat-liat,,toket non Bunga jadi tambah gede deh..”, komentar Mang Karyo.
“wuih,, iya dong!!”.
“jangan-jangan non Bunga disuntik…emm..apa tuh namanya?”.
“suntik silikon??”.
“nah iya,, itu maksud Mang”.
“yee,,enak aja,,ini asli kok,, pegang aja kalo gak percaya”, kataku menggodanya.

Tentu saja Mang Karyo langsung menuju ke arahku yang sedang memegang dan meremas-remas payudaraku sendiri.
“eeiitt,,mendingan kita mainnya di kamar aja, Mang”.
“bener juga,, yok”. Lalu aku berdiri dan langsung menuju kamar yang ada di lantai 2 dengan Mang Karyo mengikutiku di belakang, sambil menuju ke kamar, Mang Karyo terus mengelus-elus dan sesekali menepuk bongkahan pantatku, mungkin dia gemas melihat bongkahan pantatku yang padat. Begitu sampai, aku langsung mengambil posisi tidur terlentang dan membuka kakiku lebar-lebar agar vaginaku yang merupakan tempat bersangkarnya penis Mang Karyo bisa dilihat olehnya. Sementara Mang Karyo dengan terburu-buru membuka baju dan celananya, tak lama kemudian, Mang Karyo sudah bugil di hadapanku sehingga aku bisa melihat badannya yang kurus dan hitam serta benda tumpul yang sudah mengacung tegak di tengah selangkangannya.
“non Bunga,, kayaknya Mang Karyo bau matahari deh, kalo mandi dulu gimana?”.
“terserah, Mang Karyo, mau mandi apa mau langsung”, kataku sambil mengelus-elus vaginaku untuk membuatnya berpikir dua kali sekaligus untuk merangsang diriku sendiri.

“emang gak apa-apa non?”, tanya Mang Karyo.
“nggak apa-apa kok,,”.
“asik,, non Bunga emang pengertian banget”. Lalu dia naik ke ranjang dan duduk di depan vaginaku.
“Mang, terusin dong,,Bunga capek nih”, kataku sambil menghentikan mengelus vaginaku sendiri.
“itu mah gak usah disuruh non,,”. Mang Karyo langsung melebarkan kakiku agar dia bisa menyelipkan kepalanya di antara kedua pahaku. Mang Karyo membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan tengahnya. Tanpa basa-basi lagi, Mang Karyo mulai menjulurkan lidahnya menyentuh bibir luar vaginaku membuat rasa nyetrum mengalir di sekujur tubuhku, lalu Mang Ucup mulai menjilati daerah selangkanganku, menyapu bibir luar vaginaku dari atas ke bawah dan sebaliknya menggunakan lidahnya.
“aahh,,teeruss Mangg,,ennakk”, erangku. Semakin lama, Mang Karyo semakin bernafsu melahap vaginaku sehingga dia lebih membenamkan kepalanya ke selangkanganku, secara spontan, aku merapatkan kedua pahaku sehingga kepala Mang Karyo terhimpit oleh kedua pahaku yang putih mulus.

Mang Karyo mendorong kakiku sehingga kini kakiku berada di samping kepalaku, dalam posisi seperti ini dia lebih leluasa untuk memainkan vaginaku baik dengan lidahnya atau jarinya. Aku hanya bisa mengerang keenakan menerima semua serangan mulut dan permainan jari oleh Mang Karyo terhadap vaginaku. Mang Karyo kini tidur terlentang dan menyuruhku untuk menduduki wajahnya, begitu aku duduk di wajahnya, Mang Karyo langsung melanjutkan aktivitasnya. Dan tanpa sadar aku menggerakkan tubuhku maju mundur untuk menggesek-gesekkan vaginaku ke wajah Mang Karyo. Mang Karyo menahan dan menarik tubuhku ke bawah seolah ingin terus menjilati vaginaku. 5 menit sudah, lidah Mang Karyo bermain-main di selangkanganku, akhirnya aku mencapai orgasmeku yang pertama. Mang Karyo langsung menampung semua cairanku dengan membuka mulutnya, dia pun menyeruput habis semua cairanku hingga tak bersisa.

“hhh,,hoshh,,haahh”, nafasku tersengal-sengal setelah orgasmeku yang pertama. Lalu aku agak mundur dan duduk di dadanya.
“gimana Mang? Enak gak?”.
“enak banget non Bunga, malah tambah manis”.
“sekarang gantian ya Mang, Bunga di bawah, Mang Karyo di atas”.
“gak berat non?”.
“gak apa-apa kali Mang,,”. Lalu kini aku yang berada di bawah dan Mang Karyo menindih tubuhku. Kami saling memainkan alat kelamin, Mang Karyo memainkan vaginaku sementara kepalaku kini berada di selangkangan Mang Karyo yang agak ‘huuff,, gak nahan baunya’, tapi karena aku sudah terbiasa jadi aku tetap menjilati onderdil Mang Karyo hingga ke buah zakarnya dan juga sekitar daerah pantatnya. Aku agak kesusahan melakukan oral service karena penis Mang Karyo berukuran 20 cm dan berdiameter 5 cm. Ketika aku sedang asyik menjilati dan menelusuri batang kejantanan milik Mang Karyo yang ada di hadapanku, aku mengalami orgasme keduaku. Aku cepat mencapai orgasmeku yang kedua karena Mang Karyo memfokuskan permainan lidahnya di klitorisku sehingga aku tidak tahan dan mencapai orgasme dalam waktu yang singkat.

Spontan, Mang Karyo langsung agak memajukan tubuhnya sehingga penisnya menggesek wajahku. Mang Karyo menyeruput cairan yang meleleh keluar dari vaginaku dan mengalir ke selangkanganku.
“sllurrpp,,sslluurrppp”, bunyi yang keluar ketika Mang Karyo menyeruput semua cairanku. Sambil menunggu Mang Karyo meminum habis cairanku, aku menjulurkan lidahku untuk menyentuh kepala penis Mang Karyo yang ada di mulutku. Setelah Mang Karyo menyimpan semua cairanku di mulutnya, dia langsung memutar badannya sehingga kini wajah kami saling bertemu, Mang Karyo langsung mencium bibirku dan melumat bibirku sehingga aku bisa merasakan cairanku sendiri yang tersisa di bibir Mang Karyo. Lidahnya bergerak-gerak di dalam rongga mulutku, aku pun memainkan lidahku untuk membelit lidahnya, nafasnya terasa bau tapi untungnya aku sudah terbiasa menerima ciuman Mang Karyo. Lalu dia melepaskan ciumannya dan terlihatlah ludah kami saling menempel.
“Non Bunga emang mantep ciumannya”.

“Mang Karyo, langsung aja yuk,, udah gak tahan nih”.
“wah, non Bunga udah kangen ya ama kontol Mang Karyo”.
“iya nih, makanya cepetan dong”. Mang Karyo langsung melebarkan kedua pahaku, lalu secara perlahan dia memasukkan penisnya itu ke dalam vaginaku, penisnya yang berurat bergesekan dengan dinding vaginaku ketika senti demi senti penis Mang Karyo memasuki liang vaginaku.
“mmhhh,,”, desahku. Akhirnya, penis Mang Karyo sudah berada di dalam vaginaku. Dari dulu aku sudah menduga kalau vaginaku memang diciptakan untuk menerima penis Mang Karyo karena vaginaku terasa penuh tapi sama sekali tidak terasa perih. Mang Karyo mulai menggerakkan pinggulnya, sementara aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Mang Karyo sengaja menggenjotku dengan perlahan, dia membiarkanku terbiasa menerima penisnya di dalam vaginaku yang sudah 6 bulan tidak dimasuki penis Mang Karyo yang ‘wow’ itu.

“aahh,,uummhh,,oohh”, erangku menerima penis Mang Karyo yang keluar masuk vaginaku dengan sangat perlahan seolah Mang Karyo ingin benar-benar merasakan betapa hangat dan sempitnya liang vaginaku. Tentu saja selama memompa penisnya, Mang Karyo melumat habis bibir dan kedua buah payudaraku sehingga bibir dan payudaraku berlumuran air liurnya. Sekarang yang terdengar hanyalah desahan-desahan yang keluar dari mulutku. Orgasmeku yang ketiga sudah di ambang batas ketika setelah 5 menit Mang Karyo menyarangkan penisnya di dalam vaginaku, dan akhirnya aku mendapatkan orgasmeku yang ketiga, tentu saja cairanku tertahan oleh penis Mang Karyo yang mengisi liang vaginaku. Mang Karyo diam sejenak, sambil terus melumat bibirku.
“non Bunga, ganti posisi yuk”. Aku hanya mengangguk lemah karena tenagaku belum terkumpul setelah orgasmeku yang ketiga tadi, dia mencabut penisnya dari vaginaku dan menyodorkan ke mulutku, aku langsung menjilati batang Mang Karyo yang berkilauan karena berlumuran cairanku sendiri.

Setelah cairanku yang ada di penis habis kujilati sendiri, Mang Karyo langsung tiduran, dan aku menaiki penisnya kemudian aku mulai menurunkan tubuhku sambil membimbing penisnya masuk ke dalam vaginaku. Aku mulai menggerakkan tubuhku naik dan turun, Mang Karyo mendorong tubuhnya ke atas sehingga penisnya sangat terasa masuk ke dalam vaginaku membuat sensasi yang kurasakan menjadi lebih nikmat. Aku memajukan tubuhku agar aku bisa memberikan payudaraku untuk bisa dilumat oleh Mang Karyo. Aku mendapat orgasmeku yang keempat dalam posisi, entah karena aku yang memang gampang mencapai klimaks atau karena penis Mang Karyo yang luar biasa sehingga dalam waktu singkat aku mencapai orgasmeku yang oh my god, udah keempat kali. Aku dan Mang Karyo berhenti bergerak karena nafas kami tersengal-sengal dan tubuh kami sudah basah oleh keringat kami masing-masing. Aku menciumnya, lalu aku bangun dan mengambil posisi menungging.
“hhh,,ayo Mang lanjut,,pakee posisi favorit Mang Karyo..”.
“asik,, gaya anjing kawin,, non Bunga tau aja deh,,”.
“iya duuong,,udah Mang,,ayo cepetan”.

Mang Karyo langsung menancapkan penisnya ke vaginaku dengan kencang hingga terasa mentok di dalam vaginaku. Lalu aku bertumpu pada kedua tanganku, dan Mang Karyo mulai menggenjot vaginaku tanpa ampun karena dia memompa vaginaku dengan cepat dan menekannya kuat-kuat ke dalam vaginaku. Anehnya, aku sangat menikmati permainan cepat Mang Karyo bahkan aku sampai berteriak.
“teeruuss Mang,, entotin Bunggaa,, jangan berhentii…hamilin Bunga,,oohhh”. Seperti mendapat semangat dariku, Mang Karyo menambah kecepatan genjotannya menjadi 2 kali lipat, bahkan dia memompa vaginaku dengan cara menekan penisnya kuat-kuat ke dalam vaginaku dan menariknya hingga keluar dari vaginaku dengan sangat perlahan, cara ini terus ia lakukan hingga 10 menit ke depan.
“aawwhh,,”, erangku kencang setiap kali Mang Karyo menghujamkan penisnya ke vaginaku dengan kuat. Kemudian Mang Karyo mengganti teknik menguleknya.

Kali ini Mang Karyo tetap mendorong penisnya dan mengeluarkan seperti sebelumnya, tapi setelah Mang Karyo mencabut penisnya keluar dari vaginaku, dia langsung menghujamkan batangnya ke dalam lubang anusku. Secara spontan, aku berteriak kaget karena tiba-tiba benda tumpul milik Mang Karyo menyeruak masuk ke dalam anusku tanpa permisi. Aku hampir mencapai orgasmeku yang kelima, tapi aku berusaha mati-matian menahannya agar aku bisa mencapai klimaks bersama-sama dengan Mang Karyo. 5 menit kemudian, Mang Karyo lebih memfokuskan untuk menghujamkan penisnya ke dalam vaginaku dan mempercepat irama genjotannya yang menandakan sebentar lagi kalau dia akan orgasme dalam posisi yang pertama yaitu aku di bawah dan Mang Karyo di atas.
“akkhh,,keluaarr non,,oohh”, erangnya ketika Mang Karyo orgasme dan memuntahkan lahar putihnya ke dalam vaginaku, bersamaan dengan itu aku melepas orgasmeku yang kutahan-tahan dari tadi sehingga di dalam vaginaku bercampur antara cairanku dengan sperma Mang Karyo.

Mang Karyo menciumi dan menjilati wajahku, sementara aku memeluknya dengan erat, sambil menunggu Mang Karyo selesai menyemburkan spermanya. Lebih dari 5 kali, Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku. Setelah kami sudah bisa mengatur nafas kami masing-masing dan penis Mang Karyo sudah kembali ke ukuran semula, Mang Karyo mencabut penisnya dan langsung menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, tanpa disuruh lagi, aku langsung membersihkan penis Mang Karyo sebersih mungkin hingga akhirnya kinclong kembali. Lalu, Mang Karyo tidur di sebelahku dan menghadap ke arahku, dan akupun menghadap ke arahnya.
“non Bunga emang mantep banget maennya,,”.
“Mang Karyo juga,, gak berubah,, selalu bikin Bunga puas banget”.
“iya dong,,Mang Karyo!!”, dia berkata dengan sombongnya.
“oh ya Mang, kayaknya peju Mang Karyo banyak banget deh..”.
“iya, kan udah 6 bulan lebih, si Otong gak ngeluarin isinya”.
“ah, yang bener, emang Mang Karyo gak ‘jajan’?”.
“nggak lah non,, tar takut kena AIDS,, lagian gak ada yang secantik non”.

“ah, Mang Karyo bisa aja,,”.
“o ya non, non Bunga ngapain bawa baju? kan di rumah ini, non Bunga gak boleh pake baju”.
“yee,,Mang Karyo gimana sih, emangnya Bunga gak mau jalan-jalan keluar,, kalau di dalam rumah sih,, udah pasti Bunga gak bakalan pake baju”.
“o iya ya..”.
“o ya Mang, kita kan udahan ngentotnya, mendingan kita ke rumah Mang Karyo, udah lama gak ketemu Mbok Parti”.
“yaudah yuk, tapi non Bunga pake baju ya.. Tar istri Mang Karyo pingsan..hehe”.
“ya iyalah, masa Bunga keluar gak pake apa-apa”. Lalu aku masuk ke kamar mandi, dan Mang Karyo keluar dari kamarku. Setelah aku mandi dan berpakaian rapih, aku keluar dimana Mang Karyo yang sudah memakai bajunya menungguku.
“yuk Mang”. Selama berjalan, aku disapa oleh penduduk desa yang sudah kenal denganku. Akhirnya, aku dan Mang Karyo sampai juga di rumah Mang Karyo.
“bu, bu,,”, teriak Mang Karyo memanggil-manggil istrinya.
“iya,,iya,, ada apa si pak?”.
“ini toh Bu, ada non Bunga,,”. Lalu istri Mang Karyo sampai di hadapan kami.

“waduh, non Bunga,, apa kabar,, udah lama gak keliatan”.
“iya nih mbok, hehe,, udah 6 bulan gak kesini nih..”. Lalu kami mengobrol sambil duduk dan minum teh, sementara Mang Karyo mandi.
“non Bunga tambah cantik aja,,”.
“ah Mbok, bisa aja,, oh ya, si Mamat mana?”, aku menanyakan anak mereka yang berumur 15 tahun.
“ya lagi sekolah toh non,,”.
“oh ya lupa,,hehe”.
“gimana kerjaan Karyo?”.
“rapih Mbok,,”.
“lo gak tau aja,, suami lo kerjanya nabung peju mulu di rahim gue”, kataku dalam hati. Mang Karyo keluar dengan dandanan rapi.
“bu,, bapak mau ke rumah non Bunga, tadi belum selesai kerjanya”, katanya sambil melirik ke arahku.
“huu,,dasar,, bilangnya mau kerja lagi,, padahal mau ngentotin gue lagi tuh..”, kataku dalam hati lagi.
“iya,, tadi ada yang belum diberesin”, kataku ke Mbok Parti sambil tersenyum ke arah Mang Karyo, dan dia pun membalas tersenyum.
“yaudah,, tapi besok pulang ya pak”.
“iya bu, tenang saja, yaudah bu, bapak berangkat dulu ama non Bunga”.
“ya Mbok, kami berangkat dulu..”.
“ati-ati di jalan ya”.

Lalu kami pulang tapi kali ini, kami mengambil jalan yang lebih sepi, bahkan tidak ada orang sama sekali.
“Mang, ngapain lewat sini sih, kan jauh?”.
“supaya Mang Karyo bisa grepe-grepe non Bunga”.
“yee, Mang Karyo,, entar aja di rumah,, jangan disini”.
“ah,, Mang Karyo udah gak tahan”. Lalu Mang Karyo pun langsung berjalan di belakangku dan menyusupkan tangannya ke dalam kaosku, dan karena aku tidak memakai bh jadi Mang Karyo bisa langsung meremas-remas payudaraku.
“aduhh,, Mang Karyo,, jaangann,,”. Bukannya berhenti, Mang Karyo malah memelintir kedua putingku dengan tangannya, dan dia juga mencium dan menjilati kuping kananku membuat birahiku memanjat ke ubun-ubun kepalaku dengan sangat cepat.
“Mang,,sstopp”, kunaikkan nada bicaraku. Untungnya dia masih agak hormat kepadaku sehingga dia menghentikan aktivitasnya.
“kenapa non, kok marah?”.
“siapa yang marah..”.
“oo jadi non mau diterusin nih digrepe-grepe ama Mang Karyo?”.
“eh, bukan gitu maksud Bunga”.

“jadi, gimana?”, tanya Mang Karyo sambil tangannya tetap memegangi kedua buah payudaraku.
“maksud Bunga tuh, dilanjutin di rumah aja,, kan lebih bebas..”.
“tapi, Mang Karyo boleh kan ngentotin non Bunga terus-terusan sampe besok?”.
“ya elah Mang, kayak baru kenal Bunga aja. Ya boleh lah, pokonya ampe Mang Karyo gak bisa ngaceng lagi”.
“bener ya?”.
“suer deh,,”.
“asik,,”.
“asik si asik, tapi lepasin dulu tangan Mang Karyo, masa toket Bunga dipegangin terus”.
“hehe,, maaf non,, abisnya toket non Bunga kenyel banget sih, jadi enak meganginnya”.
“yaudah, sekarang lepasin, abis itu, di rumah, Mang Karyo bisa megangin toket Bunga seharian”. Lalu Mang Karyo mengeluarkan tangannya, dan aku merapikan kaosku, kemudian kami mulai berjalan lagi sambil mengobrol.
“non Bunga, gimana kalau non Bunga jadi istri Mang Karyo aja..”.
“sekarang aja, Bunga udah kayak istri kedua Mang Karyo..”.
“oh iya,, ya,,betul juga.. Oh ya non, ada 1 lagi,, non Bunga emang gak takut hamil? kan Mang Karyo sering ngeluarin peju di dalam memek non..”.

“gak Mang, Bunga kan udah minum obat pencegah hamil,, tapi, emang kalo Bunga hamil, Mang Karyo mau punya anak dari Bunga?”.
“mau dong, kalo ibunya cakep pasti anaknya nanti juga cakep..”.
“haha,, Mang Karyo bisa aja,, tar ya Mang,,kalo Bunga udah siap punya anak..rahim Bunga bakal Bunga kasih cuma buat Mang Karyo seorang”. Tak terasa, kami sudah berada di depan rumah, kami bergegas masuk ke dalam rumah.
“nah, Mang Karyo, sekarang Bunga mau buka baju dulu ya,,”.
“sini non,,biar Mang yang bukain..”.
“yaudah,,”. Aku memang sudah biasa ditelanjangi oleh Mang Karyo, jadi ketika dia membuka kaos dan celana panjangku aku tidak canggung lagi.
“sekarang Bunga kan udah telanjang,, gantian ya,, Bunga yang buka baju Mang Karyo”.
“ok non, dengan senang hati”. Lalu aku mulai menelanjangi Mang Karyo, tentu saja selama aku sibuk membuka pakaian Mang Karyo, dia juga sibuk meremas-remas pantat kenyalku, dan memasukkan satu jarinya ke dalam anusku.

Tak lama kemudian, Mang Karyo sudah telanjang dan kami pun saling berciuman sehingga tubuh putih mulusku yang sangat kontras dengan tubuh hitam Mang Karyo bersatu dalam luapan birahi dan luapan cinta. Dengan ciuman itu, aku sudah resmi menjadi budak seks Mang Karyo untuk seminggu ke depan. Dan Mang Karyo pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas yang kuberikan, dia menyetubuhiku selama 30 menit dan berhenti 30 menit untuk istirahat, begitu seterusnya hingga malam hari. Selama beristirahat, kami makan, bercanda, mengobrol, dan lain-lain. Entah darimana, Mang Karyo mempunyai energi yang luar biasa itu. Mungkin kalau aku tidak minum obat anti hamil pasti besok aku sudah mengandung anak dari Mang Karyo karena entah sudah berapa trilyun sperma Mang Karyo yang berenang-renang di rahimku. Akhirnya Mang Karyo ngantuk juga dan memutuskan untuk tidur. Aku senang sekali karena tubuhku seperti sudah remuk mengalami berpuluh kali orgasme. Aku melihat ke arah jam.
“buset,, udah jam 2 pagi,, Mang Karyo emang hebat banget udah kayak Superman,, mendingan tidur aja ah,, supaya besok bisa muasin Mang Karyo,, suami gelapku”, kataku dalam hati sambil tersenyum ke wajah Mang Karyo yang ada di hadapanku. Tiba-tiba, Mang Karyo membuka matanya lagi.
“ada apa non? belum tidur?”.
“cium Bunga dulu dong,,katanya Mang Karyo nganggep Bunga istri..”.
“oh ya,,nih Mang cium deh,,non Bungaku tersayang”, katanya sambil mencium bibir lembutku.
“nah, gitu dong,, baru kayak suami istri,, yaudah Mang, kita tidur yuk,,besok kita lanjutin lagi maen suami-istrinya”.
“ok non,,”, lalu kami saling berpelukan dan kemudian menutup mata untuk menghadapi esok hari.

“kukuruyuk,,kukuruyuk”, bunyi ayam berkokok di pagi hari membangunkanku pada hari ke 4 aku berkunjung ke desa sekaligus menjadi tempat penyimpanan sperma Mang Karyo. Kulihat Mang Karyo dan penisnya masih tertidur sehabis menyerangku seharian seperti hari-hari sebelumnya.
“hmm,, Mang Karyo masih tidur, mendingan gue bikin sarapan deh,,”, kataku dalam hati. Aku bangun dari ranjang dan melangkah keluar dari kamar menuju ke dapur, aku membuat roti dilapisi selai kacang dan juga teh manis untuk Mang Karyo. Kalau dipikir-pikir aku memang sudah seperti istri Mang Karyo karena aku melakukan hal-hal yang dilakukan seorang istri kepada suaminya, seperti melayaninya kapan pun dia mau, membuatkannya sarapan, makan siang dan makan malam bahkan aku memandikannya setiap kali ia mandi. Setelah selesai, aku menata rapi sarapan yang kubuatkan untuk Mang Karyo di meja makan. Aku merasakan dan melihat noda sperma yang telah mengering di daerah sekitar vaginaku.
“anjrit,, Mang Karyo emang tua-tua keladi, makin tua makin hebat aja,, perasaan dulu gak segini banyak”, aku berbicara sendiri.
“ah, udah ah, mendingan gue bangunin Mang Karyo daripada makanannya tar dingin”. Lalu aku menuju kamar kembali untuk membangunkan Mang Karyo.
“ah, gue banguninnya beda ah,,”. Lalu aku berdiri di tepi ranjang dan agak membungkuk untuk mendekatkan wajahku dengan penis Mang Karyo. Aku menjulurkan lidahku dan menyentuhkan lidahku ke lubang kencing Mang Karyo, dia hanya bergerak sedikit dan bergumam tapi matanya tetap terpejam. Aku mengemuti kepala penisnya, dan Mang Karyo langsung terbangun.
“eh, non Bunga, bandel ya,,”.
“hehe,,gimana cara bangunin Bunga yang baru,, mantep kan?”.
“mantep,,mantep,,”.
“Mang Karyo, tuh udah Bunga bikinin sarapan,,”.
“ok,,yuk”. Lalu kami berjalan ke luar dan duduk di meja makan.
“ayo Mang,, dimakan rotinya,”.
“ok non,,”.
“o ya Mang,, mau makan roti yang itu apa rotinya Bunga?”, tanyaku sambil mengolesi payudaraku yang putih mulus dengan selai kacang.
“wah,, kalo dua-duanya gimana?”.
“yee, Mang Karyo maruk ah,, tapi gak apa-apa deh, Mang Karyo makan roti yang itu dulu abis itu baru roti punya Bunga”.

“ok non,,”. Lalu Mang Karyo memakan rotinya lagi sambil memperhatikanku yang sedang mengolesi kedua buah payudaraku dengan selai kacang. Mang Karyo selesai memakan sarapannya juga meminum tehnya.
“udah Mang, makannya?”.
“udah non,, sini dong non, biar Mang Karyo bisa makan roti lagi,,hehe”. Aku langsung mendekatinya, dan duduk di pangkuannya tapi aku tak memasukkan penis Mang Karyo ke dalam vaginaku.
“ayo, Mang Karyo, silakan dimakan rotinya”. Mang Karyo memegang kedua buah payudaraku dengan tangannya dan menggerakkan lidahnya menjelajahi setiap senti payudaraku yang terbalut selai kacang. Tanpa sadar aku menekan kepala Mang Karyo.
“ahh,,mmhh,,teerus,,Mang,,”, desahku menerima sapuan lidah Mang Karyo di payudaraku yang bergerak ke atas, bawah, kanan, kiri, dan memutar. Seiring dengan naiknya birahiku, aku juga merasakan batang Mang Karyo sudah mengeras dan mencapai ukuran maksimal.

Ketika aku menutup mata untuk meresapi nikmatnya jilatan Mang Karyo, tapi tiba-tiba Mang Karyo menghentikan aktivitasnya, spontan aku membuka mataku dan bertanya padanya.
“kenapa berhenti, Mang?”.
“ini non,, kasian si otong,, kedinginan, pengen masuk ke sarangnya”.
“oouu,, kasian,, si otong kedinginan ya,,sini biar Bunga masukkin ke sarangnya”. Lalu aku sedikit mengangkat tubuhku, dan meraih penis Mang Karyo dan menuntunnya ke pintu masuk lubang vaginaku, setelah kepala penisnya sudah berada di dalam vaginaku, aku langsung menurunkan tubuhku secara perlahan sehingga akhirnya penis itu sudah berada di dalam vaginaku yang memang merupakan soulmate dari penis Mang Karyo.
“nah, sekarang otong Mang Karyo kan udah gak kedinginan,,lanjutin dong jilatin toked Bunga”.
“itu mah gak usah disuruh lagi non,,”. Mang Karyo melanjutkan membersihkan payudaraku, dia mainkan kedua putingku dengan tangan dan mulutnya, juga kadang-kadang ia menggigit kecil kedua putingku secara bergantian.
“awwhh,,”, desahku manja ketika Mang Karyo menggigit kecil putingku.

Setelah payudaraku bersih dan terlihat putih mulus lagi, Mang Karyo dengan nakalnya menggerakkan pinggulnya sehingga penis Mang Karyo yang ada di dalam vaginaku juga ikut bergerak.
“ehh,, Mang Karyo nakal ya,, si otong digerakkin”.
“ah,, nggak kok,, si otong bergerak sendiri,,hehe,, jawabnya sambil tertawa kecil.
“bisa aja Mang Karyo,,emang Mang Karyo mau sekalian nih,,hmm?”.
“boleh juga nih..”. Lalu aku memutuskan untuk menggerakkan tubuhku naik turun, dan Mang Karyo pun mendorong penisnya ke atas sehingga terasa lebih masuk ke dalam vaginaku.
“oohh,,ahh,,”, desahku. Payudaraku berguncang naik-turun seiring tubuhku yang juga bergerak naik-turun. Mungkin Mang Karyo ngiler melihat payudaraku yang sekal dan putih mulus bergerak naik turun, jadi Mang Karyo langsung memegang payudaraku dan menyentil-nyentilkan lidahnya ke putingku. Mungkin 10 menit, kami bersetubuh dalam posisi duduk seperti ini.
“Mang, kita terusinnya sambil mandi yuk,,kayaknya badan Bunga udah bau nii,,”.

“iya,,non Bunga udah bau peju,,”.
“yee,,ini kan bau peju Mang Karyo,,”.
“hehe,,yuk non,,badan Mang Karyo juga udah bau keringet nih”.
“yaudah,,Bunga bangun dulu ya,,”.
“gak usah non,,biar Mang Karyo gendong non Bunga ampe kamar mandi”.
“emang Mang Karyo kuat?”.
“ngentotin non seharian aja kuat,,masa cuma gendong doang gak kuat..”.
“yaudah,,tapi ati-ati ya,, Bunga jangan ampe jatoh..”.
“sip non,, sekarang non Bunga peluk Mang Karyo deh,,”. Lalu aku melingkarkan tanganku ke leher Mang Karyo, sementara Mang Karyo mulai berdiri dengan perlahan. Dan aku juga melingkarkan kakiku ke pinggang Mang Karyo. Kemudian, Mang Karyo mulai berjalan ke kamar mandi, tentu saja selama bergerak, penis Mang Karyo juga bergerak-gerak di dalam vaginaku membuat sensasi tersendiri. Kadang-kadang Mang Karyo memeluk dan mendekatkanku sehingga dia bisa mencium dan melumat bibirku, aku menjulurkan lidahku agar Mang Karyo bisa mengemut dan menggigit lidahku. Begitu juga Mang Karyo, dia mengeluarkan lidahnya agar aku bisa mengemutnya.

Akhirnya kami sampai di kamar mandi.
“Mang,, Bunga turun dulu ya..”. Lalu aku turun dari tubuh Mang Karyo, dan otomatis penis Mang Karyo tercabut dari vaginaku.
“siapa yang mandi duluan nih, Mang Karyo apa Bunga duluan?”.
“gimana kalau non Bunga duluan?”.
“ok,,tapi Mang Karyo mau kan mandiin Bunga?”.
“mau banget dong non,,tapi abis itu non Bunga mandiin Mang Karyo ya..”.
“ok,,Mang, beres”. Lalu aku duduk di kursi kecil yang sudah disiapkan oleh Mang Karyo. Aku duduk di kursi kecil, lalu Mang Karyo mengguyur tubuhku dengan air.
“dingin Mang,,,”, kataku karena airnya memang terasa dingin. Kemudian, Mang Karyo menggosok-gosok sabun di tangannya hingga tangannya berbusa. Mang Karyo bergerak ke depan dan duduk bersila di hadapanku.
“sini non, kaki non taro di sini”, katanya sambil menepuk kedua pahanya. Aku menaruh kakiku di pahanya. Mang Karyo langsung mengusapkan kedua tangannya yang berlumuran sabun ke kaki kananku, dan dia benar-benar membersihkan kakiku dengan telaten.

Setelah kakiku berlumuran sabun, Mang Karyo mengurut betisku, lalu dia melanjutkan membersihkan kaki dan betis kiriku. Mang Karyo mengguyur kakiku untuk membilas sabun.
“nah,,kaki non udah bersih lagi, sekarang badan non..”.
“loh bukannya paha Bunga dulu,,kan tanggung..”.
“itu mah belakangan,,hehe,,”.
“oh, Bunga ngerti,,yaudah, Mang Karyo tolong bersihin badan Bunga ya”. Lalu Mang Karyo berjalan ke belakangku, dia menggosok-gosokkan sabun ke tangannya kemudian Mang Karyo mulai mengelap bagian perutku yang langsing. Mang Karyo menyabuni perut, leher, tangan, serta punggungku. Lalu ketika tiba saatnya untuk menyabuni payudaraku, Mang Karyo langsung semangat memijat dan meremas kedua buah payudaraku. Sambil menyabuni payudaraku, Mang Karyo menggesek-gesekkan penisnya ke punggungku.
“Mang Karyo ngapain sih??”.
“hehe,,lagi nyikatin badan non Bunga pake kontol Mang Karyo”.
“ada-ada aja Mang Karyo,,yaudah,,lanjutin aja,,”.
“ok non,,,”, katanya sambil meneruskan menggesek-gesekkan penisnya ke atas dan ke bawah punggungku.

Setelah itu, Mang Karyo membilas tubuhku yang seluruhnya sudah tertutupi sabun kecuali wajahku dengan air.
“nah, sekarang memek non,,”. Aku disuruh masuk ke dalam bathtub yang sudah diisi dengan air. Aku masuk ke dalam bathtub yang memang agak besar dari bathtub-bathtub umumnya. Dengan perlahan, aku duduk dan menaruh kepalaku di bantal yang sudah disiapkan di kepala bathtub. Lalu Mang Karyo juga masuk ke dalam bathtub dan duduk di depan selangkanganku. Kemudian aku menaruh masing-masing kakiku di pinggiran bathtub sehingga vaginaku yang setengahnya terendam air bisa terlihat oleh Mang Karyo. Lalu Mang Karyo langsung meraba-raba dengan tangannya yang bersabun, mulai dari lututku, tangan Mang Karyo terus merembet ke pahaku yang putih mulus hingga ke vaginaku. Dia bersihkan bibir luar vaginaku dan klitorisku serta daerah pantatku, Mang Karyo juga memasukkan dua jarinya untuk membersihkan bagian dalam vaginaku sekaligus memainkan vaginaku.

Aku berpegangan pada pinggiran bathtub agar tidak jatuh sebab tubuhku menggelinjang karena Mang Karyo dengan gencarnya menggerakkan 2 jarinya keluar masuk vaginaku.
“oouhh,,Mang,,mmhh,,!!”, erangku ketika aku orgasme.
“yee,, si non,,lagi dibersihin malah ngencrot”.
“lagian si Mang Karyo,,memek Bunga pake diobok-obok segala..”.
“emang kenapa non?”.
“pake belaga pilon,,kan enak,, jadi ngencrot deh..”.
“hehe,,yaudah tar Mang Karyo bersihin memek non Bunga lagi deh,, sekarang gantian dong..”.
“iya,,Mang Karyo,, suami bo’onganku,,sabar dong”. Lalu kami berdua keluar dari bathtub dan kini Mang Karyo yang duduk di kursi kecil. Aku mengguyurnya dan mulai menggosok-gosokkan sabun ke tanganku, tapi aku punya ide lain, aku menggosok-gosokkan sabun ke payudaraku hingga kedua buah payudaraku penuh dengan busa.
“Mang Karyo,, kalo Bunga nyikatin badan Mang Karyo pake toket Bunga, boleh gak?”.
“boleh banget,,”. Dan aku pun mulai menempelkan payudaraku di punggung Mang Karyo dan mulai menggerakkannya ke atas dan ke bawah secara perlahan.

“wah,,enak banget disabunin pake toket non Bunga,,empuk banget”. Dipuji seperti itu, aku semakin semangat menyabuni Mang Karyo dengan payudaraku, aku menggesek-gesekkan payudaraku ke kedua tangan dan kedua kakinya. Setelah itu Mang Karyo melebarkan kakinya agar aku bisa membersihkannya. Aku urut semua bagian selangkangannya dengan tanganku yang bersabun, apalagi penisnya, aku mengurutnya dari pangkal hingga ke kepalanya berulang-ulang kali sampai dia terlihat ngilu.
“uudahh noon,,nggiluu,,”.
“Mang Karyo,,kalo nyemprot peju ke memek Bunga aja bisa terus-terusan,,masa gini doang ngilu”, kataku sambil terus mengurut penis Mang Karyo.
“kaann bedaa,,”, balas Mang Karyo sambil menahan ngilu dengan mati-matian, aku menghentikan aktivitas karena kasihan melihat Mang Karyo.
“gini aja, Mang. Gimana kalo penis Mang Karyo, Bunga jepit pake toket Bunga”.
“wah,,setuju tuh non,,”.
“yaudah,, sekarang Mang Karyo diri,,”.

Mang Karyo berdiri, dan aku langsung bertumpu pada kedua lututku agar payudaraku sejajar dengan penis Mang Karyo. Mang Karyo langsung menaruh penisnya di belahan payudaraku, kemudian Mang Karyo menggerakkan penisnya ke atas dan bawah di belahan payudaraku, aku merapatkan kedua buah payudaraku agar penis Mang Karyo terjepit di tengah-tengah payudaraku.
“aduuh non,,empuk ‘n anget banget”. Karena payudaraku penuh dengan busa dari sabun, maka penis Mang Karyo juga tertutupi sabun.
“nah ****** Mang Karyo kan sekarang udah kena sabun tuh,, Bunga siram ya,,”. Lalu aku menyiram badan Mang Karyo dan menyiram tubuhku sendiri.
“nah,,non Bunga,,Mang Karyo punya ide nih..”.
“apaan tuh Mang?”.
“gimana kalo Mang Karyo bersihin bagian dalem memek ‘n pantat non Bunga,, pake kontol Mang Karyo”.
“boleh juga tuh,,yok”, lalu aku mengurut penis Mang Karyo lagi dengan sabun hingga penis Mang Karyo mengkilat dan licin. Setelah itu, aku membelakangi Mang Karyo dan menaruh tanganku di tembok, lalu Mang Karyo mulai mendekatkan tubuhnya kepadaku yang sudah siap menerima penisnya di lubang anusku atau vaginaku.

Mang Karyo menancapkan penisnya dalam-dalam ke anusku secara tiba-tiba sehingga spontan aku berteriak kecil.
“awwhh,,Mang Karyo nakal nih,,”, omelku.
“maaf non,,si otong udah gak sabar pengen masuk pantat non”.
“huu,,dasar,,yaudah, sekarang gosokkin pantat Bunga ya,,”.
“siap,,non”. Mang Karyo langsung memompa penisnya keluar masuk anusku, karena licin, penis Mang Karyo dengan mudah bergerak keluar masuk anusku.
“aahh,,oouhh,,yeeaahh!!”, racauku tak jelas. Tak henti-hentinya Mang Karyo menghujamkan penisnya ke dalam anusku, dan juga Mang Karyo meremas-remas kedua buah payudaraku yang menggelantung dengan indah. 15 menit kulayani penis Mang Karyo dengan anusku hingga akhirnya aku mencapai orgasme dan cairanku ada yang mengalir melalui pahaku dan ada juga yang langsung menetes ke lantai. Mang Karyo mencabut penisnya dari anusku yang sudah dilumasi sabun dari batang penis Mang Karyo.
“non,,olesin sabun lagi dong”.
“ok deh, Mang Karyo,,”. Aku berbalik badan dan berjongkok di hadapan Mang Karyo lagi. Aku urut lagi penis Mang Karyo hingga pangkal penis Mang Karyo sampai helmnya mengkilat dan licin kembali.
“ok Mang,, udah siap lagi,,sekarang bersiin memek Bunga ya,,”.
“dengan senang hati,,”. Aku membalikkan tubuhku lagi, tapi kali ini aku dipeluk oleh Mang Karyo. Mang Karyo memelukku dengan menaruh tangan kirinya di bawah kedua buah payudaraku, sementara tangan kanannya menuntun penisnya sendiri ke pintu masuk vaginaku. Lalu Mang Karyo mulai mendorong penisnya masuk ke dalam vaginaku dengan perlahan. Setelah penis Mang Karyo sudah klop di dalam vaginaku, Mang Karyo langsung menggerakkan penisnya tapi kali ini dengan sangat perlahan sehingga urat-urat yang menonjol di batang penis Mang Karyo bergesekkan dengan dinding vaginaku menimbulkan sensasi luar biasa. Kadang-kadang aku menolehkan kepalaku ke belakang agar Mang Karyo bisa melumat-lumat bibirku. Dan selama Mang Karyo memompa penisnya keluar masuk vaginaku, dia juga meremas-remas payudaraku dan memilin-milin serta menarik-narik putingku.

“enngghh,,Mang Karyo,,oohh,,aahh”.
“non Bunga,,ookkhh!!”, erang Mang Karyo mencapai puncaknya setelah 15 menit menyarangkan penisnya di dalam vaginaku. Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku ketika aku juga mencapai orgasme sehingga cairanku dan sperma Mang Karyo bercampur di rahimku. Sambil menunggu Mang Karyo selesai menyemprotkan benihnya ke dalam rahimku, aku membiarkan Mang Karyo menjilati tengkuk leherku dan daun telingaku. Setelah selesai, Mang Karyo langsung mencabut penisnya dan membasuhnya dengan air.
“non,,boleh gak memek non Bunga,, Mang Karyo semprot pake shower?”.
“yee bolehlah,,kan Bunga istri Mang Karyo,,jadi terserah Mang Karyo mau ngapain..”.
“bener non?”.
“bener,,tubuh Bunga boleh diapain aja ama Mang Karyo..”.
“asiik,, kalo gitu non Bunga buka dikit pahanya,,”. Aku merenggangkan pahaku agar Mang Karyo bisa leluasa menyemprot vaginaku dengan memakai shower.

Lalu Mang Karyo mendekatiku lagi dan sudah membawa shower yang memancurkan air. Kemudian Mang Karyo berjongkok di depan vaginaku dan Mang Karyo pun langsung menaruh shower di depan lubang vaginaku sehingga air masuk ke dalam vaginaku.
“aduuhh,,Mang,,hihi,,gelii,,”, kataku sambil menahan geli. Tak lama kemudian, Mang Karyo menjauhkan shower dari vaginaku.
“udahan yuk non,,lama-lama dingin juga nii,,”.
“yaudah,, Mang Karyo duluan aja,,Bunga mau pake obat buat memek Bunga,, biar keset ‘n wangi gitu deh..”.
“ooh,,yaudah,,Mang Karyo duluan ya..”. Lalu Mang Karyo keluar dari kamar mandi, dan aku memakai obat khusus vagina. Setelah itu aku keluar dari kamar mandi, mengeringkan tubuhku dan menyusul Mang Karyo yang sedang menonton tv di ruang tamu. Aku langsung menaruh kepalaku di paha Mang Karyo yang sedang menonton tv, dan otomatis di samping kepalaku adalah penis Mang Karyo.
“Mang,,Bunga pengen nanya nih,,”.
“nanya apa non Bungaku yang cantik?”.
“Mang Karyo pake apa sih,, kok bisa ngentotin Bunga terus-terusan padahal kan Mang Karyo udah tua”.

“emang Mang Karyo belum pernah cerita ya..”.
“belum,,dari dulu,,setiap Bunga nanya,,pasti Mang Karyo bilangnya rahasia perusahaan,, sekarang kasih tau dong,, kalo gak,, Mang Karyo gak boleh ngentotin Bunga lagi..”.
“waduh non Bunga,,ancemannya nyeremin banget..Iya deh, Mang Karyo ceritain,,”. Mang Karyo bercerita kepadaku kalau dia mendapatkan stamina yang luar biasa itu dari seorang kakek. Kakek itu juga warga desa dan dikenal sangat baik dan sering menolong warga desa sewaktu ia muda, tapi setelah ia ditinggal mati oleh istrinya, ia lebih suka menyendiri, dan hanya Mang Karyo yang menjenguknya seminggu 1 kali.
“terus,, Mang Karyo ngapain bolak-balik ke rumah kakek itu?”.
“bantuin bikin jamu,,”.
“jamu apa?”.
“jamu pasak bumi,,”.
“hah?! Ooh pantes aja,, jangan-jangan Mang Karyo minum jamu itu ya,,”.
“iya,,”.
“huu,,dasar,,berarti bukan kemampuan sendiri dong,,”.
“biarin aja,, yang penting non Bunga,,suka kan?”.

“iya sih,,hehe”.
“o ya,, non, Mang Karyo kan ceritanya mau ngasih tanda terima kasih ke kakek itu,,tapi apa ya?”.
“kasih apa ya? Haduh,,Bunga jadi bingung”.
“gini non,,rencananya Mang Karyo pengen ngasih non Bunga ke dia..”.
“hah?! maksud Mang Karyo,, Bunga dijadiin kado?”.
“iya,,maaf non Bunga,,abisnya dikasih duit atau makanan dia gak mau, jadi ini jalan satu-satunya”.
“yaudah,,gak apa-apa,,itung-itung berbakti ama suami..Haha..”.
“si non bisa aja,,yaudah yuk non,,kita berangkat,,”. Aku bangun dan menuju kamarku untuk memakai baju begitu juga dengan Mang Karyo. Kemudian setelah memakai baju, kami berangkat ke rumah kakek-kakek yang diceritakan Mang Karyo. Agak jauh berjalan, akhirnya kami sampai di rumah kakek itu.
“punten,,Mbah Tanto,,punten,,”, Mang Karyo berteriak sambil mengetuk pintu. Tak lama kemudian, ada yang membuka pintu, terlihat kakek yang umurnya mungkin 70an.
“oohh,,Karyo toh,,ada apa yo??”.
“nggak mbah,,saya mau minta jamu mbah lagi..”.
“wah,,wah,,lo mau bikin anak lagi yee Yo,, ama istri lo si Parti?”.

“bukan Mbah,,bukan ama si Parti,,”.
“loh,,terus lo mau bikin anak ama siapa lagi?”.
“ama ini nih Mbah,,”, kata Mang Karyo sambil menggeser badannya dan mendorongku ke hadapan Mbah Tanto.
“wah,,sopo iki,,cakep banget,,”.
“ini namanya neng Bunga,,Mbah,,majikan sekaligus simpenan saya Mbah”.
“simpenan lo? muka jelek kayak lo masa bisa punya simpenan cakep banget kayak gini,,”.
“yee,,si Mbah,,kalo gak pecaya,,tanya aja sendiri,,”.
“emang bener neng?”, tanya Mbah Tanto kepadaku, aku hanya membalasnya dengan sedikit mengangguk dan tersenyum.
“tuh kan,,Mbah,,gak pecaya sih..”.
“tau deh,,terus ngapain lo bawa neng Bunga ke sini”.
“gini Mbah,, saya ada urusan sampe ntar sore..neng Bunga gak mau di rumah sendirian,,jadi saya bawa aja kesini,,gak apa-apa kan Mbah?”.
“ya,,nggak apa-apa toh,,”.
“yaudah Mbah Tanto,,saya pergi dulu..”. Lalu Mang Karyo pergi menjauh dari rumah Mbah Tanto.
“ayo neng Bunga,,masuk ke dalam..”.
“oh iya kek,,”. Aku menyusulnya masuk ke dalam rumah.
“ayo neng,,silakan duduk,,”.
“oh ya kek,,makasih”, lalu aku duduk di hadapan Mbah Tanto.
“neng Bunga, mau minum apa nih..”.
“apaan aja,,”.
“kalau gitu,, Mbah bikinin teh ya..”.
“maaf kek,,ngerepotin..”.
“ah,,nggak apa-apa,,tunggu sebentar ya..”. Tak lama kemudian, Mbah Tanto datang dengan membawa minuman.
“ini minumannya,.ayo neng Bunga,, diminum”.
“makasih kek,,jadi gak enak nih ngerepotin..”.
“gak apa-apa neng,,oh ya neng,,panggilnya Mbah Tanto aja,,”.
“ok deh Mbah,,”, sambil terus mengobrol dia tidak henti-hentinya mengambil kesempatan untuk melihat ke arah payudaraku dan juga kaki jenjangku yang putih mulus.
“maaf ni Mbah,,tapi kata Mang Karyo,,istri Mbah udah meninggal ya?”.
“iya,,5 tahun yang lalu,,”.
“pantes aja,,ngeliat gue langsung jelalatan matanya,,”, kataku dalam hati.
“terus Mbah gak nyari penggantinya?”.
“wong Mbah udah tua,,ngapain nyari istri lagi..”.
“kirain Bunga, Mbah mau nyari lagi,,”.
“neng Bunga sendiri, bener,,jadi simpenannya si Karyo?”.
“bener,,”.
“kok bisa?”.

“ceritanya panjang deh Mbah,,pokonya dari SMA dulu”.
“hah?! pas neng Bunga masih SMA,,berarti udah lama dong,,sialan tuh Karyo,,punya simpenan cakep banget gak bilang-bilang,,eh maaf, neng Bunga”, ucapnya keceplosan.
“gak apa-apa Mbah,, oh ya, katanya Mbah Tanto jago mijet ya?”.
“jago si nggak,,cuma bisa dikit,,kenapa, neng Bunga mau dipijet?”.
“iya nii Mbah,,badan Bunga pegel-pegel”.
“kalo gitu,,neng, tunggu di kamar Mbah aja..”.
“dimana kamarnya, Mbah?”.
“di sana neng”, katanya sambil menunjuk ke sebuah kamar.
“terus Bunga harus buka baju gak, Mbah?”.
“terserah neng Bunga deh,,”. Aku menuju kamar Mbah Tanto, ternyata lumayan juga kamarnya, rapih, bersih, dan kasurnya juga besar. Untuk membuat Mbah Tanto semakin tergoda dengan kemulusan tubuhku, aku memutuskan untuk menelanjangi diriku hingga tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh sekalku. Lalu aku tengkurap dan menutupi tubuhku dengan kain yang ada di dekatku, tak lama kemudian Mbah Tanto datang. Dia langsung duduk di tepi ranjang dan mulai menggosok-gosokkan minyak ke tangannya. Kemudian, Mbah Tanto mulai memijat leher dan bahuku.

“mmm,,enak banget pijetan Mbah Tanto”.
“makasih,,”. Tak begitu lama, Mbah Tanto selesai memijat leherku.
“udah,,neng Bunga,,”.
“yah,,tanggung,,kalau gitu, semuanya aja deh,,abis Mbah Tanto jago mijet sih”.
“tapi gak apa-apa neng? ntar badan neng Bunga keliatan?”.
“udah,,gak apa-apa”.
“yaudah,,Mbah buka kainnya ya,,”. Lalu Mbah Tanto mulai membuka kain yang menutupi tubuhku hingga akhirnya tubuhku yang putih terlihat oleh Mbah Tanto yang tertegun melihat pantatku yang putih nan kenyal.
“kenapa, Mbah? kok diem?”.
“nggak,,badan neng Bunga bagus banget..”.
“ah,, Mbah bisa aja,, Mbah,,ayo dong mulai pijetnya,,”. Lalu, Mbah Tanto mulai memijat punggungku sampai ke pinggangku, setelah selesai, Mbah Tanto naik ke ranjang dan duduk di dekat kakiku. Dia memijiti kakiku, betisku, pahaku, hingga akhirnya tangannya merembet ke daerah dekat vaginaku yang tentunya dapat terlihat oleh Mbah Tanto.

Mbah Tanto sengaja berulang-ulang menyentuhkan tangannya ke pangkal pahaku sehingga jarinya ada yang menyentuh bibir luar vaginaku. Aku pura-pura tidak sadar, dan membiarkannya, padahal birahiku sudah mulai naik. Mbah Tanto memindahkan kedua tangannya dan memulai memijit pantatku. Sepertinya Mbah Tanto gemas melihat pantatku yang kenyal sehingga dia terus menerus meremas-remas pantatku. Tiba-tiba dia menggulingkan tubuhku, dan langsung menaiki tubuhku dan memegangi kedua tanganku.
“Mbah,,jangan,,jangan”, teriakku seolah tak menginginkan hal ini. Tanpa menjawabku, Mbah Tanto langsung menyerangku dengan melumat habis bibirku, dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku. Kemudian, Mbah Tanto menurunkan ciumannya ke leherku yang jenjang, turun hingga ke payudaraku. Yakin sudah menguasaiku, Mbah Tanto melepaskan pegangannya terhadap tanganku dan mulai mengeksplorasi kedua buah payudaraku dengan lidahnya dan mulutnya yang ompong. Geli sekaligus nikmat menjalar di sekujur tubuhku saat Mbah Tanto mengemut-emut dan menyentil-nyentilkan lidahnya ke kedua putingku secara bergantian.

Setelah puas bermain-main dengan payudaraku, Mbah Tanto menurunkan jilatan dan ciumannya ke perutku lalu dia menjulurkan lidahnya ke pusarku.
“Mbah,,jangannn,,”. Tapi dia tidak mengindahkanku, malah dia menurunkan mulutnya ke daerah selangkanganku. Mbah Tanto menelusuri pangkal paha kanan dan kiriku secara bergantian membuatku semakin pasrah saja, lalu Mbah Tanto memanjakan vaginaku dengan lidahnya.
“oohh,,ahh,,mmhh,,ahh,, teruuss,,Mbaahhh”. Mbah Tanto semakin semangat membenamkan wajahnya diantara pahaku sampai akhirnya 5 menit kemudian aku mengalami orgasme pertamaku. Tentu saja, Mbah Tanto tanpa pikir panjang lagi langsung menyeruput cairan vaginaku yang ada di sekitar bibir vaginaku dan juga di dalam vaginaku. Setelah selesai mencicipi cairanku yang cukup manis dan gurih, Mbah Tanto langsung menggulingkan tubuhku ke samping kanan sehingga sekarang tubuhku berada di tepi ranjang.

Mbah Tanto tidur di belakang tubuhku dan mengangkat kaki kananku ke atas, lalu dia menuntun penisnya ke lubang vaginaku. Setelah berada tepat berada di depan lubang vaginaku, dia mengelus-eluskan penisnya ke bibir vaginaku membuat vaginaku semakin gatal saja karena sudah ngiler ingin ditanami penis Mbah Tanto. Mbah Tanto mencoblos vaginaku dengan kuat.
“aawwhh,,”, teriakku agak manja. Ternyata setelah penis Mbah Tanto ada di dalam vaginaku, aku baru sadar kalau penis Mbah Tanto cocok sekali dengan vaginaku sama seperti penis Mang Karyo. Mbah Tanto terus menerus memompa penisnya ke vaginaku, dan kadang-kadang dia mencium tengkuk leherku membuat bulu kudukku berdiri, seiring dengan birahiku yang semakin tinggi. Entah berapa lama Mbah Tanto menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku, yang pasti kini aku sudah mengalami orgasmeku yang kedua sehingga di kamar Mbah Tanto hanya muncul 3 suara yaitu suara kecipak air ketika Mbah Tanto memompa penisnya, suara desahanku, dan juga bunyi nafas kami yang saling memburu.

Mbah Tanto mencabut penisnya dan menarik tubuhku kebelakang sehingga kini aku tidur terlentang dengan pasrah lagi di hadapan Mbah Tanto. Ternyata benar, penisnya hampir sama dengan penis Mang Karyo, tapi urat-urat yang menghias batang penis Mbah Tanto lebih banyak daripada milik Mang Karyo.
“pantes aja,,lebih mantep,, ternyata kontol Mbah Tanto lebih berotot daripada kontolnya Mang Karyo”, gumamku dalam hati. Mbah Tanto melebarkan kakiku, dan tanpa membuang 0,1 detik pun, Mbah Tanto langsung menancapkan penisnya lagi ke dalam vaginaku. Dan dimulailah pemompaan terhadap vaginaku oleh Mbah Tanto.
“emmhh,,aaoohh,,uuhh”, desahku tak karuan karena rasa nikmat yang kuterima memang senikmat ketika aku disetubuhi oleh 2 orang. Mbah Tanto pun meracau.
“oohhh,,neng Bungaa,,sempiit baangeet”. Mbah Tanto terus menyetubuhiku dalam posisi seperti ini hingga aku mencapai orgasmeku yang ketiga. Akhirnya Mbah Tanto bosan dengan posisi ini sehingga dia memutuskan untuk mencabut penisnya dari vaginaku, aku bisa melihat penisnya sangat mengkilat karena sudah disembur oleh vaginaku sebanyak 2 kali.

Mbah Tanto mendorong kedua kakiku ke depan sehingga kedua kakiku tertekan ke dadaku. Dia setengah berdiri dan memegangi kedua kakiku, lalu burung Mbah Tanto keluar masuk lagi ke tempat persembunyiannya yaitu vaginaku. Selama menggerakkan penisnya, Mbah Tanto menjilati telapak kakiku membuatku geli tidak karuan. Detik demi detik penis Mbah Tanto tak bosan-bosannya keluar masuk vaginaku hingga penis Mbah Tanto kusiram lagi dengan cairan vaginaku dalam orgasmeku yang keempat. Tak lama setelah itu, kurasakan penis Mbah Tanto berdenyut-denyut yang menandakan kalau sebentar lagi dia akan orgasme. Menyadari dirinya akan orgasme, Mbah Tanto mencabut penisnya dan membiarkanku menurunkan kakiku lagi, sementara dia langsung bergerak dengan cepat untuk mendekatkan penisnya ke wajahku. Setelah penisnya berada di depan wajahku, Mbah Tanto mengocok penisnya dengan tangannya sendiri hingga penisnya sudah siap memuntahkan isinya.

“croot,,croot,,crot”, semburan hangat sperma Mbah Tanto menerpa seluruh wajahku hingga ke rambutku. Dan karena kadang-kadang Mbah Tanto mengincar mulutku, aku membuka mulutku lebar-lebar agar semprotan lahar putih Mbah Tanto bisa masuk ke dalam mulutku. Hampir seluruh wajahku tertutupi sperma Mbah Tanto yang kental itu, dan itu pun dia masih menyemburkan spermanya ke wajahku. Akhirnya, penis Mbah Tanto sudah selesai mengosongkan isinya, Mbah Tanto langsung membanting dirinya sendiri ke samping tubuhku, dan nafasnya tersengal-sengal sama sepertiku. Setelah 3 menit beristirahat, nafasku dan nafas Mbah Tanto sudah kembali normal.
“maaf neng Bunga,,Mbah gak tahan ngeliat badan neng,,mulus banget,,”.
“ah,,nggak apa-apa Mbah,,Bunga juga seneng”.
“maksud neng Bunga?”.
“sebenarnya tuh,, Mang Karyo nganterin Bunga ke sini,,supaya Bunga bisa ngelayanin Mbah Tanto”.
“yang bener neng?”.
“bener,,Bunga itu sebenernya kado dari Mang Karyo buat Mbah Tanto”.

“wah,,jadi Mbah boleh ngapa-ngapain neng Bunga dong?”.
“ya boleh lah,, terserah Mbah Tanto..”.
“asik banget,,oh ya,,maafin Mbah ya,,buang pejunya di muka neng Bunga,,jadi kotor gitu deh,,”.
“gak apa-apa kalee,,Mbah,,itung-itung facial”, kataku sambil meratakan sperma Mbah Tanto ke seluruh wajahku.
“sebenernya kalo Mbah mau buang peju Mbah di dalem memek Bunga juga gak apa-apa,,”, tambahku.
“wah,,gak nyangka,,neng Bunga kan cantik banget,,kok mau sih ama macem kayak Mbah ‘n si Karyo?”.
“gak tau de,,Mbah,,Bunga juga bingung,,kayaknya sih Bunga diciptain emang buat Mbah ‘n Mang Karyo..”.
“tapi kan neng Bunga cantik ‘n badan neng Bunga juga seksi banget,,masa gak ada cowok ganteng yang ngelirik,,”.
“banyak banget,,saking banyaknya,,Bunga jadi bosen sendiri,,”.
“oohh,,gitu,,berarti Mbah ama Karyo beruntung banget dong,,bisa dilayanin cewek idaman semua lelaki kayak neng Bunga,,”.
“aah,,bisa aja Mbah mujinya,,”, tak disangka sudah 15 menit kami berdua mengobrol.

Kulihat penis Mbah Tanto sudah mulai bangun lagi.
“wah,,****** Mbah Tanto udah bangun lagi,,cepet banget ya”, kataku.
“iya dong,,”.
“tapi kalo Mang Karyo bangunnya abis 30 menit..”.
“kalo si Karyo kan murid gue,,”.
“oh iya ya,,”.
“gimana,,neng Bunga,,boleh gak Mbah entot lagi?”.
“boleh aja Mbah,,terus-terusan ampe sore juga gak apa-apa,,”.
“kalo Mbah nyobain pantat neng,,boleh gak?”.
“ya elah,,si Mbah,,gini aja deh,,anggep aja Bunga itu istri Mbah,,jadi Mbah boleh ngapain aja,,”.
“asik,,”.
“yaudah,,tapi Bunga cuci muka dulu ya,,biar bersih”.
“ok,,”, lalu aku pergi ke kamar mandi dan mencuci mukaku. Setelah cuci muka, aku kembali ke kamar Mbah Tanto.
“ok,,mbah,,kita mulai ronde ke 2,,”. Setelah itu, dimulailah persetubuhan antara seorang kakek perkasa dengan gadis muda dan cantik yang mau diapain aja. Ternyata Mbah Tanto tau caranya memanjakan wanita, dia menelusuri lekuk tubuhku dengan lidahnya tanpa terkecuali karena katanya dia sangat kagum dengan keindahan dan kemulusan tubuhku. Karena perlakuannya itulah, timbul rasa sayang di dalam diriku terhadap Mbah Tanto sama seperti rasa sayangku terhadap Mang Karyo.

Setiap 1 ronde, Mbah Tanto bisa menyetubuhiku selama 45 menit, dan aku bisa orgasme 4 kali atau lebih, setelah Mbah Tanto menyemburkan spermanya baik ke dalam anus, mulut, ataupun vaginaku, kami beristirahat selama 15 menit sebelum memulai ronde berikutnya. Bayangkan saja, dari jam 10 pagi hingga jam 6 sore, Mbah Tanto melampiaskan nafsu setannya yang selama 5 tahun lebih terpendam terhadap diriku sehingga Mbah Tanto terus menerus menyetubuhiku hingga aku tidak bisa menghitung sudah berapa ronde kami bermain, sudah berapa puluh kali aku orgasme, dan entah sudah berapa liter sperma Mbah Tanto yang masuk ke dalam tubuhku baik masuk lewat mulut, anus, ataupun vaginaku. Jam 6 sore lewat sedikit, Mang Karyo kembali ke rumah Mbah Tanto.
“punten,,Mbah,,”.
“siapa?”, teriak Mbah Tanto yang sedang duduk di ruang tamu sambil menghisap rokok.
“Karyo,,Mbah,,”.
“oh,,masuk aja Yo,,gak dikunci,,”.

“gimana,,Mbah,,kado dari saya?”.
“lo kalo mau kasih kado yang enak banget,,bilang-bilang dulu,,jadinya kan Mbah bisa siap-siap”.
“tapi,,enak kan Mbah?”.
“bukannya enak lagi tapi mantab,,makasih ye Yo,,gara-gara lo,,gue bisa ngerasain memek lagi,,memek gadis kota lagee”.
“sama-sama Mbah,,gara-gara Mbah,,saya bisa dapet simpenan yang cantik dan mau diapain aja,,”.
“gimana kalo simpenan lo alias neng Bunga kita pake bareng-bareng?”.
“boleh aja sih,Mbah,,tapi non Bunganya sekarang ada di mana?”.
“nih disini,,”, kata Mbah Tanto sambil membuka sarungnya sehingga aku yang sedang mengulum penis Mbah Tanto bisa dilihat oleh Mang Karyo.
“oh,,non Bunga lagi asik karaokean ya,,”. Aku mengeluarkan penis Mbah Tanto yang sudah berlumuran air liurku, kemudian berdiri dan duduk di kursi.
“eh, Mang Karyo,,udah balik lagi,,”.
“eh non Bunga,,tuh,masih ada peju di mulutnya”. Aku menyeka sisa sperma yang ada di mulutku dengan punggung tanganku.
“gile lo Yo,,berarti dari 4 hari yang lalu,,lo ******* ama neng Bunga terus dong?”.

“iya dong Mbah, makanya saya jarang pulang ke rumah,,”.
“oh ya,,neng Bunga gak takut punya anak dari Mbah atau si Karyo?”.
“nggak apa-apa Mbah,,pokoknya Bunga gak bakal hamil”, balasku.
“oh ya Mbah, ngomong-ngomong jamunya mana?”, tanya Mang Karyo.
“oh ya,,sebentar,,Mbah ambil dulu,,”, lalu Mbah Tanto meninggalkan aku dan Mang Karyo.
“gimana non,,si Mbah?”.
“kuat banget,,Bunga sampe kewalahan..”.
“coba non,,liat dong memek non Bunga”.
“nih,,”,kataku sambil melebarkan pahaku sehingga daerah selangkanganku yang belepotan dengan sperma bisa terlihat.
“wuih,,ampe belepotan kayak gitu..”.
“ah,,Mang Karyo juga kalo ngentotin Bunga kan ampe belepotan begini..”.
“emang iya ya,,hehe,,Mang Karyo gak nyadar,,”.
“oh ya Mang Karyo kenapa manggil Mbah Tanto pake Mbah? padahal kan umur Mang Karyo ama Mbah Tanto gak terlalu jauh beda,,”.
“iya sih,,tapi kan Mbah Tanto udah kayak guru Mang Karyo,,jadi Mang Karyo manggil Mbah aja,,daripada manggil master atau guru..Iya, kan?”.

“iya juga,,”, tak lama kemudian Mbah Tanto kembali dengan memegang sesuatu.
“nih Yo,,jamu lo,,”.
“kayaknya beda dari jamu kemaren,,”.
“iya,,ni jamu racikan gue yang baru,,”.
“efeknya apa Mbah?”.
“sama kayak jamu yang udah-udah,,tapi jamu yang ini bisa bikin ****** lo ngaceng terus,,”.
“wah,,ini dia jamu yang saya tunggu-tunggu,,tapi berhasil gak?”.
“itu dia,,Mbah belum nyoba ni jamu,,jadi Mbah gak tau ini berhasil apa gak,,”.
“loh,,bukannya Mbah udah nyoba ama non Bunga?”.
“nggak,,tadi saking udah nafsu banget ama neng Bunga, Mbah jadi lupa minum jamu itu,,”.
“jadi tadi Mbah belum minum jamu?”, tanyaku.
“belum, abis ngeliat bodi neng Bunga yang mulus banget,,Mbah jadi lupa deh”.
“gak minum jamu aja bisa ngentotin Bunga dari jam 10 ampe jam 6,,gimana kalo udah minum?”, tanyaku nakal.
“ya paling-paling,,neng Bunga gak bisa turun dari ranjang”.
“emang kenapa tuh?”, tanyaku menggoda.
“ya Mbah entotin terus,,haha”, jawab Mbah Tanto yang diiringi gelak tawa kami, sambil tertawa aku memakai bajuku lagi.
“yaudah Mbah,,kami pulang dulu ya,,mau nyobain jamu”, kata Mang Karyo sambil minta izin ke Mbah Tanto.

Kulihat muka Mbah Tanto sedikit sedih, aku mencolek Mang Karyo dan memberikan isyarat kepada Mang Karyo, untungnya Mang Karyo langsung mengerti maksudku.
“emm,,Mbah,,Mbah mau nyobain jamu ini juga”.
“emang boleh Yo?”.
“ya bolehlah,,kan Mbah yang bikin jamu ini”.
“terus cobain ke siapa?”.
“yee,,si Mbah pake nanya,,yaa kita cobain efek jamu ini ke non Bunga lah”.
“emang neng Bunga mau?”.
“mau aja,,tapi jangan disini mendingan di rumah Bunga aja”, jawabku.
“ok kalo gitu,,yuk Mbah,,kita bareng-bareng,,”, ajak Mang Karyo.
“bentar, Mbah pake baju dulu”. Setelah Mbah Karyo sudah memakai baju dan mengganti sarungnya dengan celana panjang, kami pun langsung berangkat. Selama perjalanan, tak hentinya mereka berdua meraba-raba payudara dan pantatku. Aku tidak keberatan karena sudah jam 6 sore sehingga jalanan sepi, hal ini disebabkan karena menurut tradisi desa ini, warga desa tidak boleh keluar rumah kecuali ada urusan yang penting.

Akhirnya kami sampai di rumahku dan begitu aku sudah ada di dalam rumah, aku langsung melepas bajuku sendiri yang membuat Mbah Tanto kebingungan.
“loh,,neng Bunga kok tiba-tiba buka baju?”.
“gini Mbah,,saya buat peraturan,,kalo di dalem rumah,,non Bunga gak boleh pake baju,,”, jawab Mang Karyo.
“wah,enak banget si lo,,padahal neng Bunga majikan lo,,tapi lo yang buat peraturan,,”.
“hehe,,”, Mang Karyo hanya tertawa.
“ok,,neng Bunga,,kita mulai sekarang aja,,”.
“eiit,,tar dong,,Bunga mandi dulu biar wangi lagi,,”.
“yaudah,,sana non Bunga mandi dulu,,ayo Mbah,,sambil nungguin non Bunga selesai mandi mendingan kita minum jamu ‘n nyantai dulu”.
“bener juga,,neng Bunga mandinya jangan lama-lama ya,,****** Mbah udah gak sabar nih pengen ngumpet lagi di dalem memek neng,,”.
“ok deh,,Mbah,,yaudah, Bunga mandi dulu ya”. Lalu aku menuju kamar mandi untuk membersihkan noda sperma yang telah mengering, juga untuk membuat tubuhku wangi kembali.

Setelah mandi, aku langsung menuju Mang Karyo dan Mbah Tanto yang sudah tidak sabar menunggu untuk memasukkan penisnya ke dalam mulut, anus, atau vaginaku. Karena jamu Mbah Tanto, mereka yang tadinya sudah perkasa dalam hal menyetubuhiku, kini mereka tambah perkasa karena penis mereka tidak bisa tidur alias ngaceng terus sehingga mereka terus memompakan penis mereka dan mengosongkan air mani mereka ke dalam tubuhku hingga berjam-jam nonstop, sampai-sampai aku pingsan karena sudah tidak ada tenaga lagi. Karena itu aku tidak tau apa yang mereka lakukan terhadapku karena aku sudah tidak sadarkan diri. Aku hanya bisa berharap agar lubang vagina dan anusku tidak luka. Tiba-tiba aku tersadar dan bisa membuka mataku, aku menyadari kalau aku tidur dengan dihimpit oleh Mang Karyo yang ada di depanku dan Mbah Tanto yang ada di belakangku. Tapi, tetap saja efek jamu itu belum habis karena aku merasakan kalau penis Mang Karyo yang masih menancap di dalam vaginaku dan juga penis Mbah Tanto yang masih tertanam di dalam anusku masih berada pada ukuran maksimalnya, tapi karena aku sudah lemas dan ngantuk sekali aku tidak memikirkan itu, dan aku menutup mataku agar badanku bisa segar dan bisa melayani mereka lagi esok hari.

Demikian artikel tentang cerita ABG Perek Binal Dientot Kasar Sampe Perih Oleh Kontol Kakek Yang Beruntung.
ABG BISPAK TELANJANG, BOKEP INDONESIA, cerita ABG, cerita bokep dewasa, cerita bokep hot, cerita bokep indonesia, cerita bokep mesum, cerita bokep seks, cerita bokep terbaru, cerita dewasa, cerita dewasa indonesia, cerita dewasa terbaru, Cerita Eksebionis, Cerita Janda, cerita mesum, Cerita Mesum Dewasa, cerita mesum hot, cerita mesum indonesia, cerita mesum panas, cerita mesum terbaru, cerita mesum terkini, CERITA NGENTOT JANDA, CERITA NGENTOT PEMBANTU, CERITA NGENTOT PERAWAN, cerita panas, cerita panas terbaru, cerita seks dewasa, CERITA SEKS INDONESIA, cerita seks panas, CERITA SEKS SEDARAH, cerita seks terbaru, CERITA SELINGKUH, cerita sex, cerita sex dewasa, Cerita Sex Indonesia, Cerita Sex Panas, cerita sex terbaru, CERITA SKANDAL, CERITA TANTE GIRANG, CEWEK TELANJANG, FOTO BUGIL, TANTE GIRANG, TOKET GEDE MULUS

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *